Diposkan pada Refleksi

Agama dalam Perspektif Deisme

DeismeHi, readers!

Bahasan kali ini akan seperti biasanya, tidak berat, tapi semoga tetap bisa menjadi refleksi kita bersama.

Sudah tahu kan pengertian deisme? (Jika belum, berarti anda belum membaca tulisan yang sebelum ini). Haha. Tapi tak apa, nanti saya jelaskan lagi.

Jadi, menurut KBBI, deisme merupakan pandangan hidup atau ajaran yang mengakui adanya Tuhan sebagai pencipta alam semesta, namun tidak mengakui agama karena ajarannya didasarkan atas keyakinannya pada akal dan kenyataan hidup.

Oke, itu yang akan kita bahas sekarang.

Jadi gaes, sudah sadarkah kalian bahwa akan ada orang-orang di sekeliling kita atau orang yang kita temui ternyata memiliki keyakinan dan kepercayaan yang berbeda dengan kita? Bukan hanya berbeda agama, tapi juga berbeda konsep dan landasan berpikir terkait agama.

Jangan heran jika kita bertemu orang yang mempercayai Tuhan, mengakui bahwa Tuhan itu ada, namun ia memilih untuk tidak beragama. Why?

Ya karena mereka memiliki cara pandang sendiri dalam hal tersebut.

Seorang deisme membedakan konsep ketuhanan dan konsep agama. Dalam hal ini, mereka memilih untuk menjalankan konsep ketuhanan sesuai dengan yang ia yakini, dan tidak mempercayai konsep agama. Karena baginya, agama hanya akan membuat seseorang menjadi “merasa” lebih superior dibanding orang lain, alias merasa menjadi yang paling benar.

Bagi seorang deisme, tidak penting kau beragama apa, yang penting dan harus banget dilakukan adalah berbuat baik kepada siapapun dan menjadi bermanfaat untuk orang banyak. Bagi seorang deisme, untuk apa kita beragama jika saling membenci? Jika tidak dapat menghargai orang lain? Jika masih menyakiti orang lain?

Buat apa beragama jika kita berbuat jahat dan tidak adil kepada orang lain “atas nama agama”?.

Agama memang menjauhkan manusia dari perbuatan dosa, namun banyak pula dosa yang diperbuat manusia atas nama agama.

Jika kau tebarkan kebencian, lalu apa gunanya agama yang kau anut selama ini? Agama berasal dari dua kata, a dan gama. A artinya tidak, dan gama artinya rusak atau hancur. Jadi, agama berarti sebuah konsep agar kita tidak berbuat kerusakan.

Sebenarnya mungkin saja seorang deisme meyakini pengertian agama (a dan gama) tersebut, namun ia lebih memilih untuk menjalankan kehidupannya dengan konsep ketuhanan yang ia yakini tanpa ia bergantung pada agama tertentu.

Intinya, segala kepercayaan dan keyakinan seseorang tidak dapat dipaksakan dengan apa yang kita yakini. Setiap manusia berhak untuk memilih kepercayaannya masing-masing sesuai dengan apa yang mereka yakini. Tugas kita hanya memanusiakan manusia dan menjunjung toleransi.

Satu hal yang harus selalu diingat sih. Selesaikan urusanmu sendiri, dan tidak perlu mengurusi sesuatu yang sudah menjadi urusan Tuhan.

Tuhan dan manusia punya tugasnya masing-masing, kita tidak perlu ikut campur urusan Tuhan.

Gitu aja sih kalo mau bahagia hidupnya.

Sampai sini paham?

Penulis:

Santri Backpacker

Tinggalkan komentar